Pembakuan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia bukanlah sebuah sistem yang tunggal. Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang hidup mempunyai berbagai variasi pemakaian yang masing-masing ada fungsinya sendiri dalam kegiatan berkomunikasi. Variasi pemakaian itu sejajar, artinya tidak ada yang lebih baik daripada yang lain.
Proses pembakuan bahasa terjadi karena keperluan komunikasi. Dalam proses pembakuan atau standardisasi itu salah satu variasi pemakaian bahasa dibakukan untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu yang variasi itu disebut bahasa baku atau bahasa standar.
Variasi lain yang disebut bahasa nonbaku tetap hidup dan berkembang sesuai dengan fungsinya dalam komunikasi. Pembakuan bahasa disini tidak bermaksud untuk mematikan variasi-variasi bahasa nonbaku. Hidupnya variasi pemakaian bahasa nonbaku tetap menjamin kelangsungan dan kelancaran komunikasi yang tidak mungkin dilaksanakan oleh ragam bahasa baku, seperti komunikasi akrab dan santai.
Oleh karena ragam nonbaku banyak mengandung unsur-unsur dialek dan bahasa daerah setempat, maka bahasa nonbaku banyak sekali variasinya bergantung dari pemakai dan pemakaiannya. Dialek yang mendukung bahasa nonbaku tersebut berupa dialek regional, dialek temporal, dan dialek sosial. Bentuk bahasa slang dan yargon termasuk nonbaku.
Dengan banyaknya variasi nonstandar, maka bahasa standar mengatasi keanekaragaman pemakaian bahasa. Bahasa baku tidak hanya ditandai oleh keseragaman dan ketunggalan ciri-cirinya, tetapi juga ditandai oleh keseragaman dan ketunggalan fungsi-fungsinya.
Berdasarkan pada apa yang telah dikemukakan di atas mengenai bahasa Indonesia baku, sudah dapat dipahami bahwa usaha pembakuan bahasa bertujuan untuk mewujudkan bahasa yang dalam pemakaiannya bersifat tepat, cermat, dan efisien. Bahasa yang akan dicapai oleh usaha pembakuan ialah, “bahasa baku” atau bahasa standar”. Pembakuan bahasa tidak dimaksudkan untuk mematikan variasi-variasi nonbaku (nonstandar). Pembakuan bahasa tidak berarti uniformisasi bahasa.
Guna perwujudan bahasa baku yang dimaksudkan serta penerapannya, maka terlebih dahulu perlu ditetapkan kaidah yang berupa aturan dan pegangan yang tepat dibidang ejaan, kosakata, tata bahasa, dan peristilahan.
Langkah Pembakuan Bahasa Indonesia
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam usaha pembakuan ialah (1) kodifikasi, (2) elaborasi, dan (3) implementasi.
A. Kodifikasi
Kodifikasi ialah himpunan dari hasil pemilihan untuk menentukan mana yang lebih baik antara yang satu dengan lainnya. Jadi, yang mula-mula dilakukan ialah inventarisasi bahan dari sejumlah bidang yang diperlukan. Selanjutnya, hasil pemilihan itu dihimpun menjadi satu kesatuan. Namun yang menjadi masalah sekarang ialah apakah yang menjadi dasar untuk penyusunan bahasa Indonesia baku?
Dalam pengajaran Bahasa dan Sastra, Tahun I, Nomor 2, tahun 1975 oleh F. Baraja berpendapat bahwa: “Sedikitnya ada 5 macam yang dapat kita pakai untuk maksud ini, yaitu: (1) otorita, (2) bahasa penulis-penulis terkenal, (3) demokrasi, (4) logika, (5) bahasa orang-orang yang dianggap terkemuka oleh masyarakat.” (Pengajaran Bahasa dan Sastra, Tahun I, Nomor 2, 1975: 14).
Sesudah beliau mengemukakan tinjauan tentang kelima dasar di atas, akhirnya beliau berkesimpulan bahwa: “Barangkali saja penggabungan antara dasar 1 (otorita) dan dasar nomor 5 (bahasa orang-orang terkemuka) merupakan jalan yang terbaik untuk dipakai sebagai pedoman dalam pembakuan bahasa Indonesia. Otoritas sekarang ini di tangan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kewajiban lembaga ialah mencari data, menganalisis, membuat aturan-aturan, kemudian menyebarkan aturan-aturan ini kepada masyarakat kita”. (Ibid, 1975: 19)
Yang menjadi dasar pemikiran ialah keunggulan dan kebiasaan atau tradisi. Dengan dasar pemilihan ini, maka yang dapat dianggap baku adalah ucapan atau tulisan yang biasa dipergunakan oleh golongan masyarakat yang paling berwibawa dan paling luas pengaruhnya. Golongan ini biasanya merupakan “kunci masyarakat” atau yang paling berpengaruh di dalam masyarakat.
Melihat kenyataan, bahwa bahasa Indonesia didukung oleh pelbagai macam golongan pemakai dan dipergunakan dalam berbagai pekerjaan dan situasi, maka wajarlah kalau bahasa Indonesia baku tumbuh dan dipakai pada tempat atau daerah yang representatif dari berbagai golongan penduduknya.
Aspek Kodifikasi Bahasa Indonesia
Dalam pengodifikasian bahasa Indonesia meliputi dua aspek penting, yaitu: (1) bahasa menurut situasi pemakai dan pemakaiannya; (2) bahasa menurut strukturnya sebagai suatu sistem komunikasi.
Kodifikasi yang pertama akan menghasilkan sejumlah ragam bahasa dan gaya bahasa. Perbedaan ragam dan gaya tampak dalam pemakaian bahasa lisan dan tulisan, masing-masing akan mengembangkan variasi menurut pemakaiannya di dalam pergaulan keluarga dan sahabat, di dalam hubungan yang formal seperti administrasi pemerintahan, perundang-undangan, dan peradilan, serta di dalam lingkungan pengajaran (ilmu pengetahuan), dan sarana komunikasi massa.
Kodifikasi yang kedua menghasilkan tata bahasa dan kosakata yang baku. Pada umumnya yang layak dianggap baku adalah ujaran dan tulisan yang dipakai oleh golongan masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar kewibawaannya. Termasuk di dalamnya para pejabat negara, para guru, warga media massa, alim ulama dan kaum cendikiawan. Alasannya, karena mereka dapat disebut sebagai suri teladan sehingga mereka pulalah yang sebaiknya menjadi sasaran utama dalam usaha pembinaan.
B. Elaborasi
Elaborasi merupakan penyebarluasan hasil kodifikasi. Penyebaran ini dapat dilakukan dengan jalan menerapkan hasil kodifikasi ke dalam segi kehidupan bangsa Indonesia, seperti dalam lapangan pengajaran, ilmu pengetahuan, pemerintah, politik ekonomi dan sosial budaya.
C. Implementasi (Pelaksanaan)
Implementasi merupakan proses terakhir dari usaha pembakuan bahasa. Terwujud tidaknya implementasi tersebut bergantung kepada masyarakat. Apakah masyarakat menerima hasil kodifikasi dan elaborasi tersebut dengan sikap positif atau tidak. Jika masyarakat menyambutnya dengan sikap positif, maka jelas pembakuan tersebut akan berjalan dengan mulus. Tetapi sebaliknya, jika sikap masyarakat negatif, jelas usaha pembakuan tersebut akan sia-sia.
Perlu diingat, bahwa kodifikasi dan elaborasi dikerjakan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa atau lembaga-lembaga bahasa dan oleh para guru bahasa Indonesia, sedangkan implementasi dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat. Usaha implementasi dapat berbentuk, antara lain: pemakaian bahasa Indonesia (berbicara) di radio atau di televisi dengan mempergunakan kata-kata, istilah-istilah atau konstruksi/struktur kalimat yang merupakan hasil kodifikasi.
Adapun sarana yang menentukan berhasil tidaknya usaha pembakuan bahasa Indonesia, adalah: (1) pendidikan, (2) industri buku, (3) perpustakaan, (4) administrasi negara, (5) tenaga ahli, (6) penelitian, (7) media massa.