Periode-Periode Penting Perkembangan Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Indonesia
Periode Pertama:
Bahasa Melayu tertua yang masih dapat diselidiki sebagai peninggalan masa lampau ialah bahasa Melayu di atas empat buah batu bersurat peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keempat buah batu bersurat itu ditemukan di Palembang, Jambi, dan Bangka, berisi piagam yang bertuliskan huruf-huruf Sriwijaya yang diturunkan dari huruf Hindu. Piagam-piagam tersebut bertanggal tahun Syaka 604, 605, dan 608, kira-kira sesuai dengan tahun Masehi 682, 683, dan 686. Bahasa Sriwijaya pada batu bersurat itu merupakan bahasa Melayu tertua, berabad-abad lebih tua daripada sisa-sisa bahasa Jawa Kuno, sebagai sisa yang tertua yang pernah ditemukan orang tentang bahasa-bahasa Ostronesia.
Sriwijaya ketika itu bukan saja menjadi pusat politik di Asia Tenggara, melainkan juga menjadi pusat ilmu pengetahuan, terutama di kalangan agama Budha. Peziarah-peziarah agama Budha, dan rahib-rahib bangsa Cina dalam perjalanan ke negeri asal Budha singgah di Sriwijaya. Mereka kadang-kadang tidak hanya sebentar, tetapi tinggal bertahun-tahun di sana, misalnya rahib I Tsing.
Periode Kedua:
Pada masa Malaka mengalami masa jayanya (abad ke-15) yaitu ketika Malaka menjadi pusat perdagangan, bahasa dan kesusastraan Melayu berkembang. Perkembangannya sangat dipengaruhi oleh agama Islam yang dibawa oleh saudagar-saudagar dari Persia, Gujarat, dan Pasai, lalu diteruskan oleh orang Malaka ke mana-mana ke sebelah timur. Untuk pengembangan agama Islam ini, bahasa Melayulah yang dipakai sebagai bahasa pengantar. Tentu saja, kesusatraan Melayu kemudian banyak dipengaruhi oleh Persia dan Arab.
Malaka berkembang sangat pesat, tetapi tidak lama. Tahun 1511, Malaka ditaklukkan oleh Portugis. Kesusastraan Melayu yang tersimpan di perpustakaan istana, habis musnah dimakan api ketika penyerbuan orang Portugis. Tak ada yang tersisa.
Sultan Mahmud Syah menyingkir ke Pahang, kemudian ke Bintan. Bintan pun kemudian dihancurkan juga oleh orang Portugis pada tahun 1526. Sultan Mahmud melarikan diri ke Kampa dan mangkat di sana. Putra penggantinya, Sultan Alaudin Riayat Syah II mendirikan negara baru di Johor pada tahun 1530.
Periode Ketiga:
Masa dibangunnya kembali kesusastraan Melayu di Johor, sebagai pengganti kesusastraan yang musnah itu. Yang terpenting ialah Sejarah Melayu yang ditulis oleh Tun Muhammad Sri Lanang, gelar Bendahara Paduka Raja, yang diperkirakan selesai ditulisnya pada tahun 1616. Kesusastraan dari Johor inilah yang disebut kesusastraan Melayu. Bahasa yang dipakai ialah bahasa Melayu Johor.
Periode Keempat:
Permulaan abad ke-19 masa pujangga Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Ia seorang keturunan Arab peranakan Keling. Seperti juga ayahnya, ia mempunyai perhatian besar terhadap bahasa dan kesusastraan Melayu. Ia mencela dan mengecam bangsa Melayu yang dikatakannya tak ada perhatian atau seolah-olah acuh tak acuh saja terhadap bahasa dan kesusastraan sendiri. Dari buku-buku peninggalannya seperti Hikayat Abdullah dan Syair perihal Singapura Dimakan Api, terlihat sifat karangan-karangannya yang tidak lagi istanasentris sehingga Abdullah dianggap sebagai pembaharu kesusastraan Melayu. Buku-bukunya menambah perbendaharaan kesusastraan Melayu dan menghidupkan kembali kesusastraan Melayu yang seakan-akan “tidur” beberapa waktu lamanya.
Periode Kelima:
Pada periode ini, kita memasuki abad ke-20. Pada awal abad ke-20 ini, boleh dikatakan bermulalah masa perkembangan bahasa Melayu menuju ke bahasa Indonesia.