Dalam Sejarah Bahasa Indonesia bagian ke-2 yang dibahas sebelumnya, terdapat 5 periode penting perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Dan pada periode ke-5, ini kita memasuki abad ke-20. Pada awal abad ke-20 ini, boleh dikatakan bermulalah masa perkembangan bahasa Melayu menuju ke bahasa Indonesia. Perkembangan ini pada mulanya berjalan agak lambat, tetapi pasti.

Banyak hal yang berada di luar bahasa ini yang sebenarnya telah membantu mendorong pesatnya perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Yang terutama, dari sekian banyak faktor yang membantu itu, ialah pergerakan politik. Kemerdekaan Indonesia yang dicita-citakan hanya akan terwujud segera apabila seluruh bangsa Indonesia – yang terdiri atas sekian banyak suku bangsa itu – bersatu. Selain daripada kesatuan dalam cita-cita dan semangat perjuangan, diperlukan suatu alat pemersatu dalam menyatakan perasaan, pikiran dan kehendak, dan alat itu adalah bahasa.

Bangsa Indonesia perlu memilih satu bahasa kebangsaan, bahasa milik seluruh bangsa tanpa kecuali. Itu sebabnya, Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang telah dikumandangkan ke seluruh Tanah Air, bahkan ke seluruh dunia bahwa kita: Berbangsa satu, Bangsa Indonesia; Bertanah Air satu, Tanah Air Indonesia; dan menjunjung Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia; merupakan suatu karunia Illahi yang telah mengilhami putra-putri Tanah Air terbaik.

Tahun Penting dalam Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia:

  1. Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ca.A.Van Ophuysen, dimuat dalam Kitab Logat Melayu. Ini berarti memantapkan kedudukan bahasa Melayu yang oleh Gubermen Belanda telah ditetapkan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah bumi putera.
  2. Pada tahun 1908, Pemerintah Belanda mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie Voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah namanya menjadi Balai Pustaka. Mulai tahun 20-an barulah boleh dikatakan usaha Balai Pustaka menunjukkan kemajuan, sampai pecahnya Perang Dunia ke-2. Balai Pustaka tidak hanya menerbitkan buku-buku bacaan seperti roman Siti Nurbaya, Salah Asuhan, tetapi juga menerbitkan majalah-majalah. Majalah seperti Seri Pustaka, Panji Pustaka, dan buku-buku penuntun tentang bercocok tanam, dsb, yang tak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu (Indonesia) di kalangan masyarakat luas.
  3. Pada tanggal 25 Juni 1918, keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberikan kebebasan kepada anggota-anggota Dewan Rakyat (Volksraad) untuk mempergunakan bahasa Melayu (Bahasa Indonesia) dalam perundingan-perundingan. Tentu saja ketetapan itu merupakan reaksi. Kerajaan Belanda atas gagasan Indonesia yang didorong oleh hasrat ingin memperjuangkan diakuinya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sejalan dengan ini, jangan dilupakan peranan anggota partai-partai politik yang dalam perjuangannya sebagian besar mempergunakan bahasa Indonesia dalam rapat-rapat dan dalam tulisan-tulisan.
  4. Pada tahun 1933 resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru dipimpin oleh St. Takdir Alisjahbana. Alat komunikasi antara sastrawan-sastrawan ini dengan masyarakat ialah majalah sastra dan kebudayaan mereka dengan nama Pujangga Baru juga. Pada masa Pujangga Baru inilah, boleh dikatakan bahasa Indonesia yang sebenarnya telah mulai. Dari bahasa Melayu, Balai Pustaka yang keminangkabau-minangkabauan, berkembanglah bahasa ini menjadi bahasa Melayu modern yakni bahasa Indonesia.
  5. Pada tahun 1938 terjadi pada suatu peristiwa penting yaitu dilangsungkannya Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di kota Solo. Tentu saja peristiwa penting ini merupakan suatu pengukuhan terhadap kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di tengah-tengah masyarakat.
  6. Masa pendudukan Jepang (1942-1945) merupakan pula suatu masa penting. Bahasa Indonesia tiba-tiba menjadi bahasa utama karena bahasa Belanda tak boleh lagi dipergunakan. Bahasa Belanda dilarang baik dalam percakapan sehari-hari, maupun dalam lingkungan resmi, misalnya dalam administrasi negara karena merupakan bahasa musuh. Bahasa Jepang belum dikuasai, karena itu satu-satunya alat komunikasi masyarakat untuk saling berhubungan sebagai bahasa resmi hanyalah bahasa Indonesia.
  7. Pada tahun 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu. Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dan mulailah suatu masa yang maha penting bagi bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memperoleh kedudukan yang lebih pasti, menjadi bahasa negara di Negara Republik Indonesia.
  8. Pada tahun 1950 setelah kemerdekaan Indonesia yang bulat dan penuh diakui oleh Belanda dan oleh dunia, bahasa Indonesia memasuki periode baru. Dalam alam kemerdekaan, bahasa Indonesia terus-terusan dibina, dikembangkan swadayanya. Karena bahasa Indonesia kini tidak saja menjadi bahasa pergaulan atau bahasa penghubung, melainkan juga bahasa yang harus dapat menjadi bahasa ilmu, bahasa seni, bahasa politik, bahasa hukum, bahasa ekonomi, dan sebagainya.
  9. Pada tahun 1954 (28 Oktober – 2 November) untuk pertama kalinya di alam merdeka diadakan Kongres Bahasa Indonesia. Kongres ini merupakan Kongres Bahasa Indonesia kedua. Kongres ini dilangsungkan di kota Medan, dihadiri oleh pembesar-pembesar negara, wakil-wakil pers, ahli-ahli bahasa dan tak ketinggalan undangan dari negara tetangga yang berbahasa serumpun, negara Persekutuan Tanah Melayu (Malaysia).
  10. Dengan penetapan pemakaian ejaan baru oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus tahun 1972, selangkah bahasa Indonesia maju menuju kesempurnaannya.