Kepulauan Nusantara yang terletak di antara dua benua (benua Asia dan benua Australia) dan di antara dua samudera (samudera Hindia dan samudera Pasifik). Kepulauan Nusantara dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa, yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat-istiadat dan bahasa sendiri-sendiri. Di abad-abad yang silam di beberapa tempat di kepulauan Nusantara itu pernah berdiri kerajaan-kerajaan besar.

Kerajaan-kerajaan yang berjaya dan berpengaruh pada abad itu, maupun tidak – mulai abad ke-16 dan ke-17 – satu demi satu menjadi daerah jajahan bangsa asing. Bangsa asing ke Indonesia pada mulanya bertujuan mencari rempah-rempah. Tetapi setelah melihat kepulauan ini kaya akan rempah-rempah maka niat mereka berubah untuk menguasai. Itikad itulah sehingga di beberapa wilayah kepulauan Nusantara terjadi pertikaian antara bangsa-bangsa Eropa dengan masyarakat kepulauan Nusantara.

Lahirnya Sumpah Pemuda (tahun 1928)

Kita tidak dapat menyangkal bahwa perbedaan-perbedaan bangsa yang menjajah, maka akan menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam pertumbuhan kebudayaan, adat-istiadat, dan bahasa itu sendiri. Hal itu disadari sepenuhnya oleh kawula muda, sehingga mereka beritikad saling bahu-membahu untuk mengusir kaum penjajah dari bumi Nusantara ini.

Itikad itu kemudian pada tahun 1928 dirumuskan dalam ikrar bersama yang lazim disebut dengan Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda itu sekarang dikenal pula sebagai bulan Bahasa dan Sastra. Sumpah Pemuda diperingati pada setiap bulan Oktober. Bunyi ikrar Sumpah Pemuda tersebut sebagai berikut:

  • Pertama: Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia;
  • Kedua: Kami putera dan puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia;
  • Ketiga: Kami putera dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.

Pengakuan tersebut, merupakan inspirasi yang berkaitan dan berkesinambungan. Hal ini, sebagai reaksi terhadap cita-cita itu, maka para pemimpin nasional Indonesia kian giat memperjuangkan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Bahasa Melayu yang sejak berabad-abad dikenal sebagai bahasa pergaulan atau bahasa perhubungan (lingua-franca) di antara suku-suku bangsa di seluruh Nusantara, pada masa itu pun sudah banyak dipergunakan oleh para pemimpin Nasional Indonesia, terutama dalam lingkungan pergerakan agama Islam.

Misalnya dalam lingkungan Syarikat Islam, H.O.S. Tjokroaminoto selalu mempergunakan bahasa Melayu. Mungkin hal itu disebabkan karena para pemimpin dan pengikut Islam kebanyakan bukan keluaran sekolah Belanda. Tetapi, agaknya pada mulanya penggunaan itu tidaklah begitu disadari benar pentingnya. Baru setelah menghadapi ancaman pemaksaan penggunaan bahasa Belanda secara resmi pada sekitar tahun 1920, pemakaian bahasa Indonesia dilakukan secara lebih sadar.

Bahasa dalam Pergerakan Kemerdekaan Indonesia

Para pemimpin nasional dalam pidato-pidato dan tulisan-tulisannya mulai banyak yang mempergunakan bahasa Indonesia yang sampai ketika itu pun masih disebut bahasa Melayu. Muhammad Yamin dalam tulisan-tulisannya dalam majalah Jong Sumatera pada sekitar tahun 1918, menyerukan penggunaan bahasa Melayu.

Kalau pada tahun-tahun belasan, para pejuang kemerdekaan Indonesia seperti Ki Hajar Dewantara, Dr. Tjipto Mangunkoesoemo, dan lain-lain lebih fasih dan lebih banyak mempergunakan bahasa Belanda dalam pidato-pidato dan tulisan-tulisan mereka, maka pada tahuna duapuluhan para pejuang bangsa Indonesia telah lebih umum mempergunakan bahasa nasional.

Haji Agus Salim, Abdul Muis, Tan Malaka, Semaun, dan lain-lain mempergunakan bahasa Melayu saja, baik dalam tulisan maupun dalam pidato-pidato mereka, sehingga membantu perkembangan bahasa tersebut menjadi bahasa Indonesia.

Soekarno yang mulai aktif bergerak dalam perjuangan kebangsaan, besar jasanya dalam pertumbuhan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Soekarno telah membuat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang hidup, lincah, lentuk, mudah dicernakan bukan saja oleh orang-orang yang berasal dari Sumatera atau Kepulauan Riau, melainkan juga oleh orang-orang yang berasal dari wilayah Nusantara yang lain. Soekarno telah membuat bahasa Indonesia menjadi lebih populer.

Bahasa Nasional Indonesia

Apa sebab justru bahasa Melayu yang dijadikan bahasa Nasional? Mengapa bukan bahasa Jawa misalnya, yang jumlah pemakainya meliputi hampir separuh penduduk Indonesia? Bahasa Jawa adalah bahasa yang kesusasteraannya sudah maju dibandingkan dengan bahasa Melayu. Atau, mengapa bukan bahasa Sunda yang dipakai oleh kurang lebih dua puluh juta orang? Bahasa Sunda merupakan bahasa yang kesusasteraannya yang sudah maju.

Prof.Dr.Slametmulyana mengemukakan empat faktor yang menjadi penyebab, yaitu:

  1. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua-franca di Indonesia, bahasa perhubungan/perdagangan. Malaka pada masa jayanya menjadi pusat perdagangan dan pusat pengembangan agama Islam. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara, terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa penghubung antar individu. Karena bahasa Melayu itu sudah tersebar dan boleh dikatakan sudah menjadi bahasa sebagian besar penduduk, Gubernur Jenderal Rochussen lalu menetapkan bahwa bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di sekolah untuk mendidik calon pegawai negeri bangsa bumiputera. Dari satu segi kita katakan bahwa masa pendudukan Jepang telah membantu makin tersebarnya bahasa Indonesia karena Pemerintah (Balatentara) Jepang melarang pemakaian bahasa musuh seperti bahasa kontak sosial di seluruh wilayah Indonesia dengan berpuluh-puluh bahasa daerah.
  2. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sederhana, ditinjau dari segi kronologi dan sintaksis. Karena sistemnya yang sederhana itu, bahasa Melayu mudah dipelajari. Dalam bahasa ini tak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa, atau pembedaan pemakaian bahasa kasar dan bahasa halus, seperti dalam bahasa Sunda.
  3. Faktor psikologi, yaitu bahwa suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional. Mereka menerima semata-mata karena didasarkan pada keinsafan akan manfaatnya segera ditetapkan bahasa nasional untuk seluruh kepulauan Indonesia. Ada keikhlasan mengabaikan semangat dan rasa kesukuan karena sadar perlunya kesatuan dan persatuan.
  4. Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu tak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tak akan dapat berkembang menjadi bahasa yang sempurna. Kenyataan membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat dipakai untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakan perasaan secara jelas.

Kemerdekaan Indonesia yang dicita-citakan hanya akan terwujud segera apabila seluruh bangsa Indonesia bersatu. Selain daripada kesatuan dalam cita-cita dan semangat perjuangan, diperlukan suatu alat pemersatu dalam menyatakan perasaan, pikiran dan kehendak. Alat pemersatu itu adalah bahasa.